Kisah Kelam Dunia Perbankan (Part I)

Hi Nice People!

Kali ini aku mau celoteh tentang kehidupan dunia perbankan lagi. Uhm, sesuai dengan judulnya, aku akan cerita yang mungkin ga diketahui oleh orang orang di luar sana. Dan pastinya isi ceritanya akan cenderung kurang baik, yeap karena berhubungan dengan pengalaman buruk selama kerja di bank. But it must be better kalau pembacanya bisa tanggapi dengan pikiran yang terbuka, karena ga semua banker mengalami hal yang sama koq.

Seperti yang sudah disebutkan di kisah kisah sebelumnya, aku kerja di bank cuma 7 tahun, dan memutuskan untuk keluar. Sangat banyak hal hal baik yang aku terima dari pengalaman bekerja di bank, tapi hidup itu kan adil, seimbang seperti Yin Yang, ada baik pasti ada buruk. Means ada juga hal buruk yang aku rasakan selama bekerja di bank.

Entah ya harus mulai dari mana, yang jelas pengalaman buruk itu didapatkan karena Nasabah, Atasan, Target, Rekan rekan sejawat, Kantor Pusat, dan lain lain. Dan cerita ini selain dari pengalaman pribadi, aku dapatkan juga dari teman teman yang suka curhat dengan keadaan buruk selama bekerja.

--- Nasabah Genit ---

Awalnya ku kira kerja di bank sebagai marketing itu berkelas. Tapi ternyata tidak bagi pandangan beberapa nasabah. Nasabah pria terhadap marketing wanita (biasanya). Salah seorang nasabah bahkan tidak ragu mengajak untuk menemani business trip di negara tetangga.

"Elsa, temani saya yuk minggu depan ke Sing, ada rapat dengan klien. Kamu ambil cuti aja, cuma cuti 2 hari koq. Nanti semua tiket pesawat, makan, belanja, kamar kan udah saya tanggung semua, kamu tinggal bawa badan sama baju seperlunya aja, baju mau beli di sana juga boleh"

Bahkan beliau sudah merancang itinerary versi beliau.

"Nanti kamu pesan tiketnya sendiri, saya ganti cash saja. Kita ketemuan di Changi saja ya. Setelah itu cari makan, baru kita check in hotelnya. Kalau saya sedang meeting, kamu saya kasih uang jajan boleh untuk belanja, malamnya baru kita kembali ke kamar"

Apakah seburuk ini Marketing Wanita di mata para nasabah? Apakah karena segelintir kelakuan oknum marketing wanita, jadi si nasabah menyamaratakan semua marketing wanita?
Aku perjelas sedikit ya, kami memang butuh uang untuk membiayai hidup, dan menghidupi tanggungan, tapi tidak semua orang sama, tidak semua orang mengorbankan apa saja demi uang.

--- Nasabah Pelit ---

Jenis nasabah lain juga macam macam jenis 'penyakit'nya. Selain kisah di atas soal nasabah yang genit, ada juga satu spesies lagi yang kita sebut dengan nasabah pelit. Jenis pelitnya pun berbagai macam. Ada yang tidak mau bayar materai, ada yang hitungan bunga sampai dengan perintilan angka terakhir.

Salah seorang nasabah sudah selesai bernegosiasi bunga yang akan dia terima, dan lama tenor untuk penempatan deposito 1M, kemudian ketika tandatangan, aku tanyakan apakah bawa materai, atau mau dipotong saja biaya materai dari rekening tabungan.

"Kamu yang bayarin lah, saya udah taruh deposito 1M di sini"

Kalau dipikir pikir ya, nasabah yang mampu mengucapkan kata kata di atas itu, entah miskin secara materi, miskin secara pendidikan, atau miskin secara hati. Aku seperti gagal mendeskripsikannya. Kadang kalau malas perang mulut, kudiamkan, nanti aku saja yang bayarkan.

"Kasian nasabahnya cuma punya uang 1M tok, bayar materai aja ga mampu, jangan jangan perlu ku kasih uang parkir dan uang bensin", kata batinku menenangkan otakku.

Perlu aku informasikan di sini, Deposito itu, kalau nasabah mau masuk 100M pun ga ada artinya untuk aku. Deposito tidak termasuk dalam target pencapaian marketing. Karena bagi bank, bila harus membayar bunga yang tinggi, akan merugikan. Bank lebih suka uang nasabah ada di tabungan dan terlupakan, karena bunga tabungan kecil. Jadi, nasabah tadi tidak membantu aku dalam aspek apapun, bank membantu dia agar dapat bunga bagus, dan aku membantu dia untuk biaya materai.

Ada juga satu jenis lagi nasabah pelit, yang kalau datang ke bank bawa kalkulator sendiri. Kemudian cari marketing, khusus debat kusir mengenai selisih bunga deposito yang dia terima. Kadang system di bank, dengan hitungan manual memang bisa menimbulkan selisih beberapa perak di belakang. Waktu itu hasil hitung hitungan Nasabah VS System, sekitar 24 perak seingatku. Posisi bank dikatakan merugikan nasabah 24 perak.

"Gila ya, enak banget jadi bank, kalo nasabah ada berapa puluh ribu orang tuh? Kalo bank nyatut nyatut seorang 24 perak, bisa untung berapa tuh, pantes aja kalo baca berita di koran, bank untungnya bisa triliunan"

Aku kadang bingung untuk menghadapi nasabah tipe ini. Entah maksudnya memang cuma mau curhat, kemudian aku dengarkan dan iya iya saja, atau aku perlu keluarkan uang 100 perak lalu ku berikan padanya?

--- Bersambung ---

Karena kisah kelam dunia perbankan akan terlalu banyak bila hanya ditulis dalam satu postingan.

See you in Kisah Kelam Dunia Perbankan (Part II)
Have a happy life, Nice People!

Comments

  1. I feel u sis, deposan a.k.a petani bunga itu jenis yang dihindari marketing bank. Amit2!!

    ReplyDelete

Post a Comment